oleh Takamoru Yoshida

Bagi mayoritas kaum pria muslim, perayaan Idul Fitri tidaklah lengkap tanpa memakai baju koko.

Busana muslim ini konon berasal dari baju tui khim yang digunakan oleh para pria Tionghoa peranakan di awal abad ke-20. Kemudian dipakai oleh kalangan warga Betawi, dikenal dengan nama baju tikim. Karena baju model ini awalnya banyak dikenakan oleh engkoh-engkoh, maka akhirnya disebut baju koko.

Di belahan dunia bagian barat, model baju koko serupa dengan generasi awal kemeja oxford cloth button down (OCBD). Memiliki tiga atau empat kancing sepanjang ulu hati, dipakai dengan cara dimasukkan melalui kepala seperti memakai kaos polo. Model kemeja yang dulu dipopulerkan oleh Gant dan menjadi pakaian wajib Ivy League ini kini dikenal dengan nama popover shirt.

Perbedaan mendasar antara kemeja OCBD versi popover dengan baju koko terletak pada kerahnya. Baju koko menggunakan kerah Mandarin, sedangkan OCBD, seperti namanya, menggunakan kerah model button down. Selain yang dimasukkan melalui kepala, ada juga baju koko yang memiliki desain kancing seperti kemeja biasa.

Beberapa tahun terakhir ini popover shirt kembali populer dan banyak dipakai ketika musim panas tiba. Bentuknya yang berada di antara kaos polo lengan panjang dan kemeja biasa membuatnya terlihat rapi tapi tetap kasual. Popover shirt biasanya menggunakan bahan untuk kemeja, tidak seperti kaos polo.

Popularitas popover shirt juga membuat brand seperti H&M dan Zara mengeluarkan versi mereka, bahkan ada yang memiliki kerah Mandarin sehingga cocok digunakan untuk silaturahmi kala Lebaran. Keunggulannya juga, karena desainnya tidak terlihat seperti baju koko pada umumnya, Anda masih bisa memakainya di lain kesempatan.

Popover shirt juga pantas dipadukan dengan sports jacket atau setelan jas untuk penampilan yang kasual tapi masih terlihat dressy.