Mengapa Tidak Masukkan Kemeja?
12 April
oleh Takamoru Yoshida
Ada sebuah adegan menarik di film The Intern yang dibintangi oleh Robert De Niro dan Anne Hathaway. Di satu adegan, De Niro (yang menjadi karyawan magang tua dari Hathaway) bertanya ke rekan-rekannya (mayoritas masih berumur 20 sampai 30-an), “Kenapa orang-orang tidak memasukkan kemejanya lagi sekarang?”
Pertanyaan ini menggelitik saya. Mungkin Anda juga menyadari kalau mayoritas pria sekarang tidak memasukkan kemejanya ke celana. Bahkan kalaupun dimasukkan hanya untuk di kantor saja. Entah sejak kapan kebiasaan ini sudah dimulai.
Dulu ada sebuah standar yang mudah diingat. Kalau bagian bawah kemeja bentuknya kotak, maka kemeja itu memang untuk dipakai dikeluarkan; sedangkan kalau kemejanya memiliki buntut, maka kemejanya harus dimasukkan. Kini mayoritas kemeja memiliki buntut, bahkan yang kasual sekalipun. Sehingga standar ini sulit diterapkan.
Buntut dan Kotak - scotchandsmokerings.com |
Hanya kemeja batik yang masih menerapkan standar yang sama. Semua bagian bawahnya dipotong kotak. Maka itu, selalu pakai kemeja batik dikeluarkan.
Bagi saya, kemeja tampak lebih rapi kalau dimasukkan ke dalam celana. Ini termasuk kemeja yang kasual. Namun, untuk beberapa kemeja yang tergolong kasual, seperti oxford cloth button down, korduroi, flanel, pantas untuk dipakai dikeluarkan. Untuk kemeja putih atau biru polos dengan bahan katun yang tipis, hanya pantas untuk dimasukkan. Ini jadi bergantung pada tingkatan formal atau tidak.
Pada akhirnya, keputusan ada di tangan masing-masing pria. Saya sendiri belum mendapatkan jawaban dari pertanyaan De Niro tadi, “Kenapa orang-orang tidak memasukkan kemejanya lagi sekarang?” Mungkin karena ingin terlihat lebih santai?
0 comments